Senin, 19 Oktober 2015

Hukum - Sejarah Asuransi

Perlindungan Asuransi
Sejarah Asuransi
  • Asuransi berasal mula dari masyarakat Babilonia 4000-3000 SM yang dikenal dengan perjanjian Hammurabi. Kemudian pada tahun 1668 M di Coffee House London berdirilah Lloyd of London sebagai cikal bakal asuransi konvensional. Sumber hukum asuransi adalah hukum positif, hukum alami dan contoh yang ada sebelumnya sebagaimana kebudayaan.
  • Asuransi membawa misi ekonomi sekaligus sosial dengan adanya premi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi dengan jaminan adanya transfer of risk, yaitu pengalihan (transfer) resiko dari tertanggung kepada penanggung. Asuransi sebagai mekanisme pemindahan resiko dimana individu atau business memindahkan sebagian ketidakpastian sebagai imbalan pembayaran premi. Definisi resiko disini adalah ketidakpastian terjadi atau tidaknya suatu kerugian (the uncertainty of loss).
  • Asuransi di Indonesia berawal pada masa penjajahan Belanda, terkait dengan keberhasilan perusahaan dari negeri tersebut di sektor perkebunan dan perdagangan di Indonesia. Untuk memenuhi kebutuhan jaminan terhadap keberlangsungan usahanya, tentu diperlukan adanya asuransi. Perkembangan industri asuransi di Indonesia sempat vakum selama masa penjajahan Jepang. 
Kebutuhan Jaminan yang Dapat Dipenuhi oleh Asuransi Jiwa
  1. Kebutuhan Pribadi, meliputi: penyediaan biaya-biaya hidup final seperti biaya yang berkaitan dengan kematian, biaya pembayaran tagihan berupa hutang atau pinjaman yang harus dilunasi; tunjangan keluarga; biaya pendidikan; dan uang pensiun. Selain itu, polis asuransi jiwa yang memiliki nilai tunai dapat digunakan sebagai tabungan maupun investasi.
  2. Kebutuhan Bisnis, seperti: insurance on key persons (asuransi untuk orang-orang penting dalam perusahaan); insurance on business owners (asuransi untuk pemilik bisnis); employee benefit (kesejahteraan karyawan) contohnya asuransi jiwa dan kesehatan kumpulan.

Pengantar dan Sejarah Asuransi Di Indonesia
Manusia dalam perjalanan kehidupan sehari-hari selalu dihadapkan pada berbagai peristiwa-peristiwa yang dapat terjadi dan peristiwa-peristiwa tadi, jika benar-benar terjadi, akan dapat menimbulkan dua macam dampak yaitu:

  1. Peristiwa tersebut membawa dampak yang menguntungkan atau baik, atau
  2. Peristiwa tersebut membawa dampak yang merugikan atau buruk.
Peristiwa atau risiko yang menimbulkan dampak yang merugikan dapat dialihkan kepada perusahaan asuransi, sehingga kerugian yang dialami atau diderita dapat diganti oleh perusahaan asuransi.

Asuransi yang pada mulanya sebagai suatu gagasan akan terpenuhinya kebutuhan proteksi, tumbuh dan berkembang terus sesuai dengan perkembangan kebutuhan manusia yang sejalan dengan tingkat perkembangan kebudayaan, sehingga sampai pada tingkat kemajuan ekonomi tertentu seperti sekarang ini dalam perkembangannya.

Asuransi bukan merupakan suatu pranata yang berdiri sendiri, akan tetapi merupakan bagian dari sejarah perdagangan dan pelayaran yang tumbuh dan berkembang seiring dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat bisnis dan non bisnis.

Embrio asuransi sudah ada pada zaman Babilonia di kawasan Laut tengah kira-kira 3000 tahun sebelum masehi dengan nama Bottomary.

Dalam Bottomary, seseorang meminjamkan sejumlah uang kepada pedagang (peminjam) yang mengangkut barang dengan kapal laut. Jika kapal tenggelam, maka peminjam akan memiliki uang pinjaman tadi dan tidak wajib untuk mengembalikan pinjamannya. Akan tetapi jika kapal dan barangnya selamat dan sampai di tempat tujuan, maka pemilik kapal / barang wajib mengembalikan uang pinjaman berikut bunga.

Kemudian konsep asuransi semakin berkembang hingga pada tahap perkembangan dalam bentuk pranata/lembaga keuangan modern.

Di Indonesia tidak ketahui secara pasti kapan penutupan asuransi dilakukan untuk pertama kalinya. Yang diketahui bahwa asuransi sudah dikenal pada masa penjajahan Belanda.

Secara formal masuknya asuransi di Indonesia adalah sejak berlakunya Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) pada tahun 1848, karena di dalam KUHD diatur mengenai perjanjian asuransi.

Di Indonesia, masyarakat menggunakan kata Asuransi atau pertanggungan sebagai terjemahan dari Insurance (bahasa Inggris) atau Verzekering (bahasa Belanda).

Penggunaan kedua kata atau istilah tadi mempunyai landasan yang kuat karena KUHD yang memuat hukum materil asuransi menggunakan istilah Pertanggungan, sedangkan Undang-Undang No.2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian menggunakan istilah Asuransi.

Asuransi, sejak abad ke-20 mengalami perkembangan yang sangat pesat di belahan dunia ini khususnya pada masyarakat dan negara yang perekonomiannya sudah mencapai kemajuan yang tinggi (developed countries), sehingga asuransi menembus ke seluruh aspek aktivitas individu, korporasi dan negara.

Pengertian asuransi dapat kita tinjau dari aspek perjanjian perdata dan dari aspek ekonomi.

Dari aspek perjanjian, kita dapat memberi pengertian asuransi sebagai perjanjian antara dua pihak yaitu penanggung atau perusahaan asuransi dengan tertanggung atau orang yang diasuransikan atau yang mengasuransikan objek asuransi yang dapat berupa harta benda, jiwa manusia atau tanggung jawab hukum. Dalam perjanjian asuransi tersebut, tertanggung wajib membayar sejumlah premi dan perusahaan asuransi wajib untuk mengganti kerugian atau memberi santunan (benefits) kepada tertanggung jika terjadi suatu peristiwa yang tidak terduga yang telah disepakati dalam perjanjian asuransi atau lazim disebut polis.

Prof. Robert E. Keeton dan Alan I. Widiss memberikan definisi asuransi sebagai berikut:

“An insurance contract generally involves an aggreement by which one party (usually defined as insurer) is comitted to do something which is of value to another party (usually identified as an insured or beneficiary) upon the occurrence of some specified contigency.”
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) pasal 246, memberikan definisi asuransi:
“Pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima premi, untuk memberikan penggantian kepadanya, karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya, karena suatu peristiwa tak tentu.”
Hingga saat ini dalam hukum nasional kita, definisi yang paling baru mengenai asuransi menurut Undang-Undang No.2 Tahun 1992 dalam pasal 1 angka 1 adalah sebagai berikut:
“Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.”
Dari aspek ekonomi, asuransi diartikan sebagai pranata lembaga keuangan non bank yang menghimpun dana dari masyarakat untuk pembangunan ekonomi nasional.

Asuransi juga dapat diartikan sebagai mekanisme pengalihan risiko (Risk Transfer Mechanism), artinya tertanggung mengalihkan risiko yang dihadapinya kepada perusahaan asuransi.

Risiko diartikan sebagai:

  1. Kemungkinan terjadinya suatu peristiwa yang tidak diinginkan atau tidak diharapkan terjadi, atau 
  2. Peristiwa atau keadaan yang diinginkan atau yang diharapkan tidak terjadi, keadaan itu lazim dikatakan sebagai kehilangan atau penurunan atau pemusnahan nilai ekonomi (dalam hal asuransi loss of profit atau kehilangan keuntungan).
Sumber Weblog Esa Unggul
Read More..

Mengapa Konsumen Perlu Di lindungi

Customer
Mengapa Konsumen Perlu Di lindungi

Alasan Pokok Konsumen Perlu Dilindungi

  • Melindungi Konsumen = Melindungi seluruh Bangsa Sebagaimana diamanatkan oleh tujuan pembangunan nasional menurut pembukaan UUD 1945.
  • Melindungi konsumen perlu untuk menghindarkan konsumen dari dampak negatif penggunaan teknologi.
  • Melindungi konsumen perlu untuk melahirkan manusia-manusia yang sehat rohani dan jasmani sebagai pelaku-pelaku pembangunan yang berarti juga untuk menjaga kesinambungan pembangunan nasional.
  • Melindungi konsumen perlu untuk menjamin sumber dana pembangunan yang bersumber dari masyarakat konsumen. 


Sejarah legilasi undang-undang perlindungan konsumen (UUPK)
Undang-undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen 
(Lembaran Negara RI Tahun 1999 Nomor 42 dan Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3821)


Tahap pertama
  • Era tahun 1980 – an ada dominan suara lembaga konsumen sebagai inisiator perlunya uupk.
  • Instansi pemerintah belum peduli bahkan curiga dgn hadirnya uupk akan menghambat laju pertumbuhan pembangunan ekonomi.
Tahap kedua
  • Era awal tahun 90-an pemerintah dalam hal ini departemen perdagangan sdh memoliki kesadaran tentang arti penting adanya uupk.
  • Diwujudkan adanya 2 naskah ruu perlindungan konsumen, yaitu kerjasama dgn fh ugm dan lembaga penelitian ui (lemlit ui).
  • Tidak dapat dibahas di dpr. 
Tahap ketiga
  • Era akhir tahun 90-an tdk hanya diperjuangkan oleh lembaga konsumen dan departemen perdagangan tetapi juga adanya tekanan lembaga keuangan internasional (international monetary fund/imf). 

UU no. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen 
Pasal 1 Angka 1 Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.” 

Pasal 1 Angka 2
Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat,baik bagi kepentingan diri sendiri,keluarga,orang lain,maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk di perdagangkan”.
 
Penjelasan  
“Didalam kepustakaan ekonomi di kenal konsumen akhir dan konsumen antara. konsumen akhir adalah pengguna atau pemanfaat akhir dari suatu produk, sedangkan konsumen antara adalah konsumen yg menggunakan suatu produk sebagai bagian dari proses produksi suatu produk lainnya. pengertian konsumen dalam undang-undang ini adalah konsumen akhir.”
Pasal 1 Angka 3
“Pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yg berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yg didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara republik indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.”  

Penjelasan
“pelaku usaha yg termasuk dalam pengertian ini adalah perusahaan, korporasi, bumn, koperasi, importir, pedagang, distribusi, dan lain-lain.” 

Pasal 1 Angka 4
“barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yg dapat untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen.” 


Pasal 1 Angka 5
“jasa adalah setiap layanan yg berbentuk pekerjaan atau prestasi yg disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen.” 


Pengertian Konsumen
Hornby:
“ Konsumen (consumer) adalah seseorang yang membeli barang atau menggunakan jasa”

“Seseorang atau suatu perusahaan yang membeli barang tertentu atau menggunakan jasa tertentu”

“Sesuatu atau Seseorang yang menggunakan suatu persediaan atau sejumlah barang”

“Setiap orang yang menggunakan barang atau jasa”

Black’s Law Dictionary:
“One who consumers, individuals who purchase, use, maintain and dispose of product and services” artinya:

“seseorang yang mengkonsumsi, individu yang membeli, menggunakan, memelihara dan menggunakan/ menghabis dari produk dan jasa”
 


Menurut Undang-undang no. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen :

Pasal 1 butir 2 :

“ Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/ atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”.

Jenis Konsumen

  • Konsumen yang menggunakan barang/jasa untuk keperluan komersial (intermediate consumer, intermediate buyer, derived buyer, consumer of industrial market).
  • Konsumen yang menggunakan barang/jasa untuk keperluan diri sendiri/ keluarga/ non komersial ( Ultimate consumer, Ultimate buyer, end user, final consumer, consumer of the consumer market).
Konsumen Akhir
Yang dimaksud Konsumen Akhir :

  • Menurut BPHN (Badan Pembinaan Hukum Nasional) :
    • “Pemakai akhir dari barang, digunakan untuk keperluan diri sendiri atau orang lain dan tidak diperjualbelikan”
  • Menurut YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia):
    • “Pemakai Barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, bagi keperluan diri sendiri atau keluarganya atau orang lain dan tidak untuk diperdagangkan kembali”.
  • Menurut KUH Perdata Baru Belanda :
    • “orang alamiah yang mengadakan perjanjian tidak bertindak selaku orang yang menjalankan profesi atau perusahaan”.
Batasan Konsumen Akhir
  • BPHN: “Pemakai akhir dari barang, digunakan untuk keperluan diri sendiri atau orang lain dan tidak diperjual belikan”.
  • Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia: “Pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, bagi keperluan diri sendiri atau keluarganya atau orang lain dan tidak untuk diperdagangkan kembali”
  • Fakultas Hukum Universitas Indonesia “Setiap orang atau keluarga yang mendapatkan barang untuk dipakai dan tidak untuk diperdagangkan” 

Konsumen Akhir Menurut Perundangan-undangan
  • Undang-Undang Perlindungan Konsumen India:
    “Konsumen adalah setiap orang pembeli barang yang disepakati, menyangkut harga dan cara pembayarannya, tetapi tidak termasuk mereka yang mendapatkan barang untuk dijual kembali atau lain-lain keperluan komersial”
  • Perundang-undangan Australia:
    “setiap orang yang mendapatkan barang tertentu dengan harga yang telah ditetapkan (setinggi-tingginya A $. 15,000, atau kalau harganya lebih , maka kegunaan barang tersebut umumnya untuk keperluan pribadi, domestik, atau rumah tangga (normally used for personal, family or household purposes)
  • Undang-Undang Jaminan Produk (Amerika Serikat):
    “Setiap pembeli produk konsumen yang tidak untuk dijual kembali, dan pada umumnyadigunakan untuk keperluan pribadi, keluarga atau rumah tangga (personal, family or household)
  • BW Baru Belanda (NBW):
    “ orang alamiah (yang dalam mengadakan perjanjian tidak bertindak selaku orang yang menjalankan profesi atau perusahaan”
  • Hukum Inggris:
    “Setiap pembeli (private purchaser) yang pada saat membeli barang tertentu , tidak menjalankan bisnis dagang atau keuangan, baik sebagian maupun seutuhnya dari barang tertentu yang dibelinya itu”. 
Kesimpulan Pengertian Konsumen
  • Didalam realitas bisnis tidak jarang dibedakan antara :
    • # Consumer (konsumen) dan Custumer (pelanggan).
      • Konsumen adalah semua orang atau masy. Tmsk pelanggan.
      • Pelanggan adalah konsumen yang telah mengkonsumsi suatu produk yang di produksi oleh produsen tertentu.
    • # Konsumen Akhir dengan Konsumen Antara :
      • Konsumen akhir adl. Konsumen yang mengkonsumsi secara langsung produk yang diperolehnya;
      • Konsumen antara adalah konsumen yang memperoleh produk untuk memproduksi produk lainnya.
        • Misal:
          • Membeli kain untuk langsung digunakan adalah konsumen akhir.
          • Membeli kain untuk dibuat busana dan dijual kembali adalah konsumen antara.
Sumber Weblog Esa Unggul
Read More..

Hukum Perlindungan Konsumen

Hukum perlindungan konsumen

 Hukum Perlindungan Konsumen

PENGANTAR
  • Setiap manusia adalah konsumen. Manusia bagian dari kegiatan pasar. Manusia sebagai pengguna barang dan jasa.
  • Manusia sebagai pengguna barang dan jasa menghendaki kualitas barang dan jasa, sesuai dengan biaya yang dibayar. Namun, kenyataan kualitas barang dan jasa yang dikehendaki, tidak sesuai de- ngan harapan. Begitu juga manusia sebagai konsumen, ia tidak tahu kegunaan dan manfaat barang dan jasa yang dibe- linya. Hal ini mungkin terjadi, karena ia mengetahui barang dan jasa berasal dari iklan, baik melalui media elektronika maupun media cetak.
  • Kondisi tersebut di atas, dapat menimbul- kan kerugian bagi konsumen. Oleh karena itu, perlu adanya perlindungan hukum bagi konsumen, agar tidak frustasi dan marah bila ditipu atau dipaksa menerima barang bermutu rendah atau berbahaya, serta yang tidak sesuai dengan apa yang dijanjikan oleh produsen atau pelaku usaha.
  • Perlindungan hukum menyangkut hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban tersebut harus seimbang, agar berkeadilan. Keti- dak seimbangan berarti ketidakadilan.
  1. DINAMIKA ORGANISASI KONSUMEN
    • Semenjak pertengahan tahun 1800-an, yakni saat revolusi industri mencapai puncaknya, persoalan konsumen belum serumit sekarang. Jarak konsumen dan produsen masih sangat dekat, pabrik dan pasar masih bersifat lokal.
    • Bila timbul persoalan, maka dengan mudah kita mengadukan pada penjualnya. Tetapi, apabila tidak tercapai kesepakatan dengan gampang atau mudah kita mengadukan kepada penjualnya. Namun, apabila juga tidak tercapai kesepakatan, maka hukuman bagi penjual atau pedagang yang bertingkah laku buruk tersebut, adalah dagangannya tidak laku atau surutnya para langganannya.
    • Itulah gambaran konsumen pada saat itu.
    • Sejarah mencatat adanya masyarakat yang mengorganisir diri demi kepentingannya, yaitu, kaum, Hittites. Kaum ini mengembangkan etika konsumen, yang berbunyi : “ Jangan Kamu Racuni Roti Te- tanggamu “. Makna yang terkandung dari pernyataan ini bahwa bahan pangan itu harus bersih, sehat, dan layak untuk dikonsumsi.
    • Gerakan konsumen tumbuh sebagai kekuatan yang teroganisir dan mandiri sekitar tahun 1930-an. Hal ini dimulai di Amerika Serikat, berkembang pasar bebas yang memang sekaligus membawa potensi merugikan konsumen.
    • Masyarakat mulai menuntut kesesuaian “Nilai Uang”, dengan mutu dan keamanan barang yang harus diterimanya. Masyarakat sangat membutuhkan informasi yang dapat menolong pengambilan keputusan.
    • Sejak tahun 1950-an, di Amerika Serikat, pengujian produk menjadi perhatian utama, dan Consumer Union, merupakan organisasi konsumen, tumbuh sebagai kekuatan yang diperhitungkan.
    • Dengan melakukan pengujian-pengujian atas barang, untuk membandingkan mutu.
    • Dengan harganya, kemudian melaporkan hasilnya lewat media Consumer Report, menjadikan Consumer Union menjadi populer di setiap rumah tangga.
    • Gerakan konsumen, pada tahun 1960-an, mulai menyebar di kawasan Eropa. Organisasi konsumen, di Inggris, Belanda, Denmark dan Belgia, mengikuti model yang dikembangkan di Amerika Serikat, organisasi konsumen tersebut, mengandalkan kegiatan pada pengujian perbandingan (comperatif testing ), dengan menyiarkan hasil-hasil pengujian perbandingan, dengan penerbitannya sendiri. Misalnya, di Inggris terkenal majalah WHICH, di Swis majalah J’Achete Mieux, dan di Australia majalah Choice.
    • Di negara-negara berkembang, gerakan konsumen tumbuh dan menempatkan diri sebagai suatu kekuatan untuk melawan ekspansi global perusahaan-perusahaan multinasional.
    • Gerakan konsumen di Indonesia, berlangsung sejak tahun 1970-an, dengan berdirinya Yayasan Konsumen Surabaya Jawa Timur, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Lembaga Bina Konsumen Bandung, Lembaga Bina dan Perlindungan Konsumen Semarang, dan dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, oraganisasi konsumen tumbuh menjamur.
    • Gerakan konsumen negara berkembang masih tetap memperhitungkan “ Nilai Uang” dan juga mempermasalahkan “Nilai Manusia”, karena konsumen di masyarakat miskin sangatlah berbeda keadaannya, dan kemiskinan merupakan mayoritas konsumen di negara berkembang. 
    • Hak konsumen yang utama dan pertama adalah hak untuk mendapatkan pemenuhan kebutuhan dasarnya, yakni, memperoleh makanan, sandang, kesehatan, perumahan, dan sanitasi.
    • Kesadaran baru akan Nilai Manusia, menambah vitalitas baru, gerakan konsumen secara internasional dan memperbaharui penekanan pada aspek perlindungan konsumen.
    • Pengujian dan pendidikan konsumen merupakan dua hal yang penting bagi gerakan konsumen di negara maju.
    • Standar hidup yang layak bagi konsumen tidak akan terjamin hanya dengan laporan mutu dan harga suatu produk, tetapi harus memperhatikan pelayanan.
    • Anwar Fazal, menyatakan bahwa tindakan membeli adalah andil dalam model ekonomi dan sosial, maupun dalam proses produksi. Kita menuntut kualitas dan kepuasan yang harus kita dapat, tetapi kita tidak boleh mengabaikan keadaan berlangsungnya proses produksi tersebut, yakni, dampak lingkungan dan kondisi kerjanya. Kita tercakup di dalamnya dan karenanya harus ikut bertanggung jawab terhadap maasalah ini.
  2. LANDASAN HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN
    • Sebelum adanya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, landasan hukum perlindungan konsumen masih tersebar di berbagai peraturan perundangan. Peraturan tersebut seperti Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1961 tentang Barang, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal, Undang Undang Nomor 5 ahun 1984 tentang Perindustrian, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan lainnya, yang bersifat administratif, sehingga aspek ganti kerugian yang berkaitan dengan tidak seimbangnya hak dan kewajiban para pihak, tidak tercermin dalam perundangan yang ada.
    • Secara teoritis perlindungan konsumen dijumpai dalam hukum perikatan dan hukum pidana. Dalam hukum perikatan seperti tercantum dalam Pasal 1320, 1321, 1328, 1235, 1236, 1504 KUH Perdata dan pasal lainnya. Dalam hukum pidana seperti tercantum dalam Pasal 204, 205, 359. 360, 386 KUH Pidana dan lainnya. 
    • Secara konstektual, pasal-pasal tersebut dapat digunakan untuk melindungi konsusumen, sejauh syarat-syarat yang ditentukan dalam perundangan tersebut terpenuhi. 
    • Sebelum adanya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, masih belum ada peraturan yang terpadu mengenai perlindungan konsu- men. Pengertian konsumen baru terbatas pada pembeli. 
  3. FAKTOR PERLINDUNGAN KONSUMEN
    • Seluruh manusia adalah konsumen. Konsumen terbagi dalam konsumen perkotaan dan pedesaan. Perbedaan pola konsumsi, berhubungan langsung dengan akibat dari pemakaian barang dan jasa, di mana konsumen pedesaan lebih banyak dicurangi, karena posisinya lebih rawan di banding konsumen perkotaan. 
    • Bagi mereka yang dirugikan jarang mengadukan permasalahannya ke pengadilan maupun Lembaga konsumen. Sikap tidak melakukan tindakan hukum pada saat mengalami kerugian ini, dilandasi oleh sikap masyara- kat yang lebih suka menghindari konflik, dan biasanya malah mendatangkan keru- gian yang lebih besar. Sikap yang dilakukan biasanya tidak membeli barang pada pedagang atau pengecer, dan merek yang sama. Sikap ini menimbulkan taraf kesadaran konsumen yang masih rendah dan merupakan kendala utama bagi terlaksa- nanya perlindungan konsumen.
    • Budaya nrimo para konsumen hampir menyebar pada masyarakat. Keengganan untuk mempertahankan haknya apabila dirugikan banyak terjadi pada diri konsumen.
    • Usaha yang berat untuk mempertahankan haknya, sementara nilai hasil yang akan dicapai tidak memadai secara ekonomis, hal ini sangat menghambat upaya perlin- dungan konsumen. 
    • Aparat hukum menentukan dalam perlindungan konsumen, karena perundangan yang ada akan tidak bermanfaat apabila tidak didukung oleh aparat hukum.
    • Aparat hukum harus tegas dalam menjalankan tugasnya dan penuh tanggung jawab, dalam mencapai kepastian hukum, keadilan dan kegunaan/kemanfaatan.
    • Partisipasi masyarakat, baik secara individu, maupun dalam ikatan kelembagaan, dalam upaya perlindungan konsumen diperlukan dalam membantu tercapainya tujuan perlindungan konsumen. Partisipasi ini harus disertai dengan perubahan sikap tindak ke arah yang mendukung tercapai-nya tujuan mewujudkan perlindungan konsumen.
    • Pengusaha dan konsumen merupakan pihak-pihak yang saling membutuhkan, maka tidak mustahil diwujudkan suatu aturan main yang dianggap adil bagi kedua belah pihak. Aturan permainan ini diharapkan mengembangkan dan meningkatkan usaha bagi pengusaha lebih bertanggung jawab dan tidak merugikan konsumen.
  4. SENDI-SENDI PERLINDUNGAN KONSUMEN
    • Polarisasi konsumen dengan pengusaha merupakan conditio sine quanon. Perlindungan konsumen tidak merupakan gangguan terhadap kepentingan pengusaha.
    • Perlindungan hukum terhadap warga negara terdapat dalam Pasal 27 Undang- Undang Dasar 1945, segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
    • Dalam perlindungan konsumen,pengusaha mempunyai tanggung jawab mengenai kewajiban, mengenai pelaksanaan hak- hak konsumen. Hak-hak konsumen akan efektif apabila yang punya hak memberikan apresiasi terhadap hak tersebut.
    • Kesadaran sikap terhadap hak-haknya, maka konsumen akan dapat melindungi dirinya secara mandiri.
    • Kesederajatan antara konsumen dan pengusaha, juga faktor perlindungan konsumen. Pengusaha adalah konsumen, produksi tanpa konsumen tidak akan ber- daya guna atau mempunyai nilai.
    • Hal-hal tersebut di atas, merupakan faktor- faktor yang mempengaruhi terhadap perlindungan konsumen.
Sumber Weblog Esa Unggul

Read More..

Sabtu, 03 Oktober 2015

Study Banding LKBH Esa Unggul Dengan Sekolah Tinggi Hukum Bandung Cihampelas



Study Banding LKBH Esa Unggul Dengan Sekolah Tinggi Hukum Bandung Cihampelas

Pada hari Jumat (2/10), Tim LKBH Esa Unggul menyelenggarakan Study Banding ke Sekolah Tinggi Hukum Bandung (STHB) yang berlokasi di Cihampelas, Bandung. Dengan menggunakan bus kampus, tim LKBH berangkat menuju Bandung pukul 08.30 WIB dengan misi serta tujuan untuk menambah ilmu pengetahuan yang baru serta kritik dan masukan bagi pengurus LKBH yang nantinya akan didapat setelah melakukan study banding, tentu saja diharapkan agar kedepannya tercipta inovasi-inovasi baru untuk menciptakan suatu sistem yang mana dapat dipergunakan untuk memperbaiki kinerja serta pelayanan hukum baik bagi LKBH Esa Unggul, maupun untuk STHB itu sendiri. Perjalanan tersebut memakan waktu kurang lebih 6 jam, dikarenakan kendala teknis baik disebabkan oleh keadaan jalan yang macet, mencari tempat untuk makan siang dan ibadah, serta keterbatasan informasi mengenai lokasi persisnya STHB itu sendiri, yang akhirnya sampai pada lokasi tujuan pada pukul 15.00 WIB. Setelah sampai, tim LKBH dijamu dengan baik oleh panitia penyelenggara dari STHB dan kami diarahkan ke ruang serbaguna yang dimana merupakan tempat forum untuk berdiskusi antara tim LKBH dengan para panitia penyelenggara dari STHB yang terdiri atas gabungan mahasiswa\i dari berbagai macam angkatan, kegiatan mahasiswa\i baik itu UKM, Mootcourt Practice, maupun Ekstrakulikuler lainnya seperti Paduan Suara dan keagamaan. Acara dimulai dengan sambutan dari Humas, DKM, dan panitia penyelenggara yang dilanjutkan oleh pimpinan Ketua Senat dan Ketua DPM STHB. Dijelaskan oleh Ketua Senat, Arie Hidayat, dimana STHB mempunyai julukan sebagai Kampus Keadilan dan berdiri pada tahun 1958. Ditambahkan, di STHB terdiri dari 3 jurusan yaitu Pidana, Perdata, dan Pembangunan. Masuk ke sesi tanya jawab, Zena, Perwakilan dari MootCourt Practice menjelaskan sistem recruitment yang diterapkan dalam mencari anggota baru untuk bergabung dalam kegiatan MootCourt Practice adalah dengan menerapkan seleksi. Seleksi itu sendiri menerapkan Tes Essay untuk pengetahuan, serta MootCourt Practice Internal untuk Public Speaking dimana ditujukan agar anggota yang terpilih nantinya dapat dicantumkan dalam perlombaan tingkat nasional seperti lomba debat hukum dan lainnya. “Untuk kompetisi debat yang diselenggarakan oleh Universitas Indonesia tahun ini, STHB mendapat undangan dan kami mengikutsertakan tim yang menurut kamisiap mengikuti kompetisi tersebut, lalu diajukan oleh UKM serta dibackup oleh sejumlah dosen untuk mengawasi dari kejadian yang tidak diinginkan” ujar Zena. Setelah forum diskusi dirasa cukup, penyerahan plakat pun dilaksanakan dan diakhiri dengan foto bersama. Kemudian, panitia penyelenggara memutuskan untuk mendampingi tim LKBH untuk mengelilingi STHB. Kegiatan study banding pun selesai pada pukul 17.20 WIB dan kembali menuju Universitas Esa Unggul. (Penulis : Revan Akbari Rala dan Tasya Rizka)

Read More..

Realted Posts